Sabtu, 24 Mei 2014

EVALUASI PENDIDIKAN UNTUK BK DI SEKOLAH



EVALUASI PENDIDIKAN UNTUK BIMBINGAN DAN KONSELING
DI SEKOLAH SERTA MUTU PENDIDIKAN
Oleh
RISKA YANAWATI
Abstrak
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Pendidikan dalam peningkatan mutunya membutuhkan evaluasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita sendiri telah melakukan evaluasi. Dari evaluasi itu kita hendak mengetahui mengenai apakah tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai dengan baik atau tidak. Begitu juga dengan pendidikan. Pendidikan membutuhkan evaluasi demi meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Evaluasi ini juga ditujukan kepada program bimbingan konseling di sekolah. Evaluasi BK dilaksanakan untuk mengetahui apakah tujuan dari program yang dibuat telah tercapai atau tidak tercapai.

Kata kunci: Pendidikan, Evaluasi, Tujuan yang dicapai

Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam buku “Essentials of Educational Evaluation”, Edwind Wand dan Gerald W. Brown, mengatakan bahwa : “Evaluation rafer to the act or prosses to determining the value of something”. Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan. Selain itu kegiatan evaluasi ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SMP dan SMA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain.
Bimbingan dan Konseling dalam konteks sistem pendidikan nasional Indonesia ditempatkan sebagai bantuan kepada peserta didik untuk dapat menemukan pribadi, memahami lingkungan, dan merencanakan masa depan. Subjek yang ditangani konselor adalah subjek didik yang berada dalam perkembangan normal. Kehadiran bimbingan dan konseling turut memberikan berbagai kontribusi positif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Namun demikian, berbagai masalah masih dirasakan bimbingan dan konseling terutama didalam penyelenggaraannya.
Penilaian merupakan langkah penting dalam pengelolaan Bimbingan dan Konseling (BK). Tanpa penilaian tidak mungkin kita dapat mengetahui dan mengidentifikasi keberhasilan pelaksanaan program bimbingan yang telah direncanakan. Penilaian program bimbingan merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain keberhasilan program dalam pencapaian tujuan merupakan suatu kondisi yang hendak dilihat melalui kegiatan penilaian.
Dalam keseluruhan pelayanan bimbingan dan konseling penilaian diperlukan untuk memperoleh umpan balik terhadap keefektifan pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan. Dengan informasi ini dapat diketahui sejauh mana keberrhasilan pelayanan bimbinan dan konseling dan dapat ditertapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk mempertbaik dan mengembangankan program selanjutnya.
Evaluasi program bimbingan dan konseling adalah upaya untuk menelaah program pelayanan bimbingan dan konseling yang telah dan sedang dilaksanakan untuk mengembangkan dan memperbaiki program bimbingan dan konseling di sekolah bersangkutan. Dengan demikian, tujuan evaluasipelayanan program bimbingan dan konseling di sekolah adalah;
1.    Membantu menumbuhkembangkan kurikulum sekolah ke arah kesesuaian dan kebutuhan peserta didik
2.    Membantu guru-guru memperbaiki cara mengajar di kelas, dan
3.    Memungkinkan program bimbingan dan konseling berfungsi lebih efektif
Evaluasi perlu diprogramkan secara sistematis dan terpadu. Kegiatan evaluasi yang merupakan analisis dari hasil penilaian proses maupun hasil dijadikan dasar dalam tindak lanjut untuk perbaikan dan pengembangan program pelayanan konseling. Dengan dilakukan penilaian secara komprehensif, jelas dan cermat, maka diperoleh data atau informasi tentang proses dan hasil seluruh kegiatan pelayanan konseling. Data dan informasi ini dapat dijadikan bahan untuk pertanggungjawaban/akuntabiltas pelaksanaan program pelayanan konseling.
Demikian dapat disimpulkan bahwa manfaat kegiatan evaluasi adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada. Dalam meningkatkan sumber daya manusia kegiatan evaluasi dilakukan dalam berbagai usaha pembangunan pendidikan guna memperbaiki mutu pendidikan. Pengembangan dan perbaikan kurikulum, tenaga pendidik, fasilitas sekolah, serta pelatihan agar tenaga pendidik menjadi lebih bagus dari segi kualitas mendidik telah dilakukan oleh pemerintah. Hal ini belum cukup untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik lagi. Kegiatan ini perlu dukungan dari setiap personil sekolah dimana sekolah juga memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sekolah adalah lembaga formal yang memiliki tanggung jawab dalam mengelola lembaganya, baik dari segi administrasi, mutu tenaga pengajar, fasilitas.
Selain itu, seperti yang kita tahu bahwa sekolah diwajibkan memiliki guru bimbingan konseling seperti pada Permendiknas 27 tahun 2008 Tentang standar kulaifikasi akademik dan kopetensi konselor. Setiap satuan pendidikan wajib mempekerjakan konselor yang memiliki standar kualifikasi akademik dan kopetensi konselor yang berlaku secara nasional. Dengan demikian kegiatan evaluasi juga meliputi evaluasi program bimbingan dan konseling. Evaluasi program bimbingan dan konseling ini perlu diprogramkan secara sistematis dan terpadu. Kegiatan evaluasi yang merupakan analisis dari hasil penilaian proses maupun hasil dijadikan dasar dalam tindak lanjut untuk perbaikan dan pengembangan program pelayanan konseling.



SUMBER RUJUKAN:
Admin. (2012). Pengertian Pendidikan Menurut Ahli. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/ [10 Maret 2014]
Satriadi, Bekti. (2012). Evaluasi Layanan BK. [Online]. Tersedia: http://bekti-satriadi.blogspot.com/2012/10/evaluasi-layanan-bk.html [15 Maret 2014]
Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zdelslav, Fauzi. (2013). Program Bimbingan Konseling. [Online]. Tersedia: http://fauzizdeslav.blogspot.com/2013/09/makalah-evaluasi-akuntabilitas-bk.html [15 Maret 2014]

Jumat, 29 November 2013

CARA BELAJAR EFEKTIF DAN EFISIEN



CARA BELAJAR EFEKTIF DAN EFISIEN
Belajar adalah  proses perubahan  tingkah laku yang dilakukan secara sengaja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik, misalnya : dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan sesuatu dan lain sebagainya. Berikut ini akan di uraikan beberapa cara belajar yang efektif dan efisien sebgai berikut.
1.      Buat Suasana Belajar yang Nyaman
Yang perlu anda lakukan pertama adalah bagaimana cara membangun suasana belajar yang nyaman. Ada banyak cara untuk membuat mood belajar itu muncul, diantara : anda bisa belajar sambil mendengarkan music, belajar di tempat-tempat yang nyaman misalnya di taman atau dipinggir danau, atau diruangan ber-AC
2.      Merangkum Pokok Pembelajaran
Ambilah intisari dari pelajar tersebut dengan cara mencatat ulang materinya, disamping kita akan mudah mengingatnya juga mudah untuk memahami inti dari pembelajaran tersebut
3.       Belajar Bersama/ Belajar Kelompok
Metode ini seringkali di katakan metode yg paling efektif karena dalam suasana belajar berkelompok yang cukup santai otak menjadi lebih rileks menerima pelajaran / materi yg akan di serap. Selain itu hal - hal yg belum di ketahui akan lebih mudah di selesaikan dengan bekerja sama. Maka sangat dianjurkan untuk belajar bersama untuk menghadapi ujian.
4.      Metode mempersingkat atau memodifikasi menyerupai nama sesuatu
Metode ini yang paling sering saya gunakan saat menjelang ujian. karena saya tidak terlalu bisa dalam menghafal, jadi saya tekniki dengan menggunakan nama-nama yang hampir mirip untuk mengingat materi. Ini sangat efektif digunakan dan otak sangat mudah mengingatnya.
5.      Belajar dengan Praktik
Cara belajar ini sangat efektif karena akan membuat kita tak merasa bosan, bisa menyebabkan jenuh, cobain deh untuk melakukannya praktik langsung. Misalnya pelajaran IPA seperti Botani atau Avertebrata, kita bisa belajar sambil mengamati tumbuh-tumbuhan, hewan atau apapun, dengan itu kita bisa membuat sebuah acara belajar jadi lebih asyik.
6.      Belajar rutin tapi jangan lama
Dengan rutin belajar anda akan semakin mudah untuk mengingat hal yang sudah Anda pelajari. yang perlu anda lakukan adalah "belajar rutin" bukan "Terlalu lama belajar". Seperti belajar saat pagi 45 menit, siang 25 menit, sore 50 menit, malam 1 jam. Cara ini sangat efetif dan pikiran juga akan tetap dalam keadaan rileks dari pada harus belajar terlalu lama.

7.      Mengerti Bukan Menghafal
Saat ada ujian kita biasanya akan meghafal begitu banyak materi, namun yang lebih efektif adalah mengerti teori/materinya maka dengan sendiri akan kita ingat ketika ujian. Kalau anda masih dalam metode belajar dengan menghafal, sangat disarankan untuk pindah ke metode mengerti materi.

KARAKTERISTIK AUTIS



Karakteristik Autis
Anak  yang mengalami gejala autism ditandai dengan perilaku anak yang selalu mengulangi gerakan yang sama. Keragaman pengulangan gerakan yang dilakukan oleh anak autis, dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian, berdasarkan Repetitive Behaviore Scale – Revised  (RBS-R) yang dikemukakan dalam Journal of Autism Development Disorder ( Lam KSL and Aman, 2007: 855-866).
Kategori anak  autis yang dikelompokkan berdasarkan (RBS) adalah sebagai berikut:
  1. Stereotype yaitu pengulangan gerakan, seperti bertepuk tangan, berputar-putar, mengerak-gerakkan kepalanya dan badannya, serta bersuara dengan mengeluarkan bunyi tertentu.
  2. Restricted Behavior yaitu perilaku yang terfokus pada satu aktivitas tertentu, misalnya menonton televisi hanya pada siaran tertentu saja.
  3. Compulsive Behavior yaitu perilaku anak yang mengikuti pola tertantu, seperti selalu memainkan mobil-mobilan dengan menggerakkan rodanya saja, atau menyusun mainannya dengan menderetkan mainan itu, dan penyusunannya selalu sama dari waktu ke waktu.
  4. Sameness yaitu perilaku yang tidak mau berubah. Hal ini dapat kita lihat, saat anak selalu mempertahankan benda pada tempatnya, dan benda itu tidak boleh dipindahkan ke tempat lainnya.       
  5. Ritualistic Behaviour yaitu kecenderungan anak tidak mau memvariasikan pola kegiatan sehari-hari, seperti tidak mau mengubah menu dan pola makannya, dan selalu menolak makanan yang tidak disukainya.
  6. Self-injured yaitu perilaku yang cenderung melukai diri sendiri, yang dilakukan secara berulang. Hal yang sering dilakukannya adalah menarik rambutnya, menggigit tangannya, menarik kulitnya, bahkan membentur-benturkan kepalanya.

  1. 3.                Autisme dan Perkembangan Bahasa
Anak yang mengalami gejala autis seringkali memiliki masalah dengan kemampuan berbahasanya. Bahkan 2/3 sampai 50% anak  penderita autis, tidak mengalami perkembangan bahasa dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. (Braten Ellen and Felopulus, 2004).
Kemampuan berbahasa anak yang memiliki gejala autis dapat dilihat sejak usia 14 bulan, namun memiliki gejala yang tetap sejak usia 2 sampai 3 tahun. Pada saat itu, anak autis jarang mengeluarkan suara yang bermakna, seperti yang  sering dilakukan anak normal, bahkan ada anak yang cenderung membisu tidak mau bersuara. Namun ditemukan kecenderungan anak autis yang selalu mengulangi kembali apa yang dilafalkan/diucapkan oleh orang lain. Misalnya kita menyapanya dengan perkataan “ Hey, siapa namamu?”, maka ia pun akan mengulangi lafal tersebut “Hey namamu siapa?”.
Kemampuan penguasaan bahasa pada anak autis, perlu diajarkan dengan sabar oleh seorang terapis (seseorang yang sudah mengikuti pelatihan untuk menangani anak autis), karena kemampuan berbahasa anak autis tidak dapat tumbuh dengan sendirinya. Kemampuan berbahasanya akan bertambah baik, sejalan dengan usaha maksimal dari orang lain yang berada di lingkungan terdekatnya.
Anak autis mengalami keterlambatan berkomunikasi. Mereka mengalami kesulitan melafalkan ejaan dan menggunakan kosa kata, karena memang anak autis mengalami kelemahan dalam pemahaman bahasa dan menafsirkan isi bahasa, yang digunakan saat  berkomunikasi. Agar komunikasi kita dengan anak autis dapat berlangsung dengan baik, sebaiknya kita menggunakan kata dan kalimat yang dilafalkan lebih lambat/tidak cepat, dan  diujarkan dengan penuh kesabaran.
Teknik Pengajaran Bahasa Untuk Anak Autis
Anak yang memiliki kecenderungan autis, perlu dibantu oleh seorang terapis untuk mengatasi gejala autisnya, agar anak autis dapat menjalankan kehidupannya dengan baik, mendekati kebiasaan yang dilakukan oleh orang normal. Seorang terapis untuk anak autis, dapat membantu mengembangkan kontak sosialnya dengan orang lain, serta mengembangkan kemampuan berbahasanya. Bantuan yang diberikan oleh seorang terapis, disesuaikan dengan kebutuhan individu anak autis. Hal itu sejalan dengan pendapat Meyer and Johnson  dalam “Management of Children with Autism Spectrum Disorders” yang menyatakan bahwa,”Upaya terapi autism bersifat variatif dan bersifat individual”.
Kemampuan seorang terapis dalam menempatkan anak autis  berdasarkan kasus yang dialaminya, dan membuat program yang disesuaikan dengan kebutuhan individu anak, sangat membantu pengembangan dan mengurangi gejala kemunculan autism. Sebaiknya bantuan itu diberikan sejak anak berusia dini, agar anak memperolah kemampuan diri yang berkaitan dengan self-care (cara merawat diri), social skill (kemampuan melakukan kontak dan tindak sosial) and job skill (keterampilan kerja). Hal itu sangat penting, karena semakin tahun, anak akan menjadi semakin dewasa yang harus dapat mengurus dirinya sendiri, dan tentunya peran orang tua atau orang lain semakin berkurang. Berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk membantu anak autis, di antaranya yang disebut dengan Applied Behaviour Analysis (ABA).
 Persiapan Program Dengan Teknik ABA
                Teknik ABA (Applied Behaviore Analysis) sudah dikenal sejak lama. Sekitar 15 tahun yang lalu, seorang pakar terapi perilaku yang bernama  Prof. Ivar O. Lovaas dari Amerika Serikat, telah menerapkan metode ini kepada anak-anak autis. (Handojo, 2009:3). Ternyata hasilnya sangat menggembirakan, karena banyak anak yang tadinya autis, kini dapat memasuki sekolah formal. Akhirnya metode ini dikenal dengan sebutan metode Lovaas.
Program yang dilakukaan oleh terapis dengan teknik Applied Behavior Analysis, harus dilakukan dengan penuh kesabaran, tidak dengan tindak kekerasan, marah, pemaksaan, mengancam, bahkan menyakiti anak,  namun  semua yang dilakukan harus berdampak pada kepatuhan anak mengikuti semua program yang telah disusun dengan baik. Ketegasan seorang terapi di mulai dari cara pelatih menggunakan kualitas suara, serta kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif yang digunakannya dalam berkomunikasi dengan anak autis. Program yang telah disusun oleh seorang terapis, sebaiknya juga dapat dilakukan oleh seluruh anggota keluarga di rumah, dengan cara dan teknik yang sama seperti yang dilakukan oleh terapis tadi.
                Pelatihan yang diberikan oleh seorang terapis dengan menggunakan teknik ABA, dilakukan dengan penuh kehangatan, tegas, dan mengapresiasi setiap keberhasilan yang diraih anak. Kehangatan diperlukan agar terjadi kontak mata dengan anak, tegas artinya  semua perintah tidak dapat ditawar dengan tangisan maupun kemarahan anak, dan setiap keberhasilan harus diberi penghargaan berupa kata-kata  bersahabat, tepukan, pelukan hangat, bahkan makanan dan minuman yang disukai anak.
Persiapan yang dapat dilakukan oleh seorang terapi untuk anak autis, dimulai dari penyusunan program, yang dilanjutkan dengan persiapan ruang terapi, persiapan imbalan yang diperlukan, dan mempersiapkan mental anak yang akan melakukan kegiatan terapi. Persiapan ini sangat penting mengingat, terdapat banyak perbedaan dalam menghadapai anak normal dan anak autis.
Persiapan  ruang untuk terapi dilakukan dengan memperhatikan aspek kepentingan anak, seperti ruang dibuat dari bahan-bahan yang aman untuk anak, ruang dibuat kedap suara, suhu udara tidak panas, tidak ada suara pengganggu, ruang tidak terlalu luas-cukup 1,5 m s.d. 2 m, tidak ada gambar mencolok, dan pandangan ke jendela harus dihalangi oleh gorden, agar pandangan anak dapat fokus.
Persiapan imbalan yang diberikan untuk anak autis beraneka ragam, tetapi kita sebagai terapi harus dapat mengurutkan hadiah/imbalan yang akan diberikan untuk merayakan keberhasilan anak. Tepuk tangan disertai dengan ungkapan kata-kata sederhana yang mudah diingat anak, seperti “yes atau toss” dengan menempelkan tangan anak dan tangan terapi, merupakan ungkapan yang menyenangkan. Pemberian imbalan harus diurutkan sesuai dengan kegemaran anak, di mulai dengan urutan verbal,aksi cium-peluk-tepukan-gelitikan-belaian, aksi lainnya seperti kata yes/toss/ok, barulah  diakhiri pemberian materi/makanan. Hal itu dimaksudkan agar anak tidak kehilangan gairah mendengarkan perintah gurunya.
Persiapkan diri anak agar siap untuk menjalani terapi. Terapi diberikan dalam suasana menyenangkan dengan penuh kasih sayang. Anak autis yang memiliki kecenderungan duduk, maka seorang terapis harus lebih sering menggunakan kata “berdiri”! Selain itu, anak autis harus di dudukkan sejajar dengan pandangan mata terapis, agar terjadi kontak mata. Terapis dapat memegang kepala anak dekat telinganya, panggil namanya, dan usahakan anak tersebut mau melakukan kontak mata dengan kita. Jika anak belum mau melakukannya, maka ambillah makanan/benda kegemaran anak, tunjukkan benda tersebut di depan mata anak, agar ia mau melakukan kontak mata, serta melakukan perintah terapis. Bila anak mau melakukan perintah tersebut,dengan waktu sekitar 5 detik, maka anak dapat diberi hadiah.
Anak autis yang beruasi 18-20 bulan, sudah dapat memulai terapi menggunakan teknik Applied Behavior Analysis (ABA). Anak autis harus menjalani terapi setiap hari, dan pengalaman Aqca Center menunjukkan bahwa anak autis yang tidak mengalami komplikasi lain (retardasi mental, cacat penglihatan, cacat pendengaran, dll), dengan terapi metode ABA yang dilakukan lebih dari 8 jam sehari, maka dalam usia 2 s.d. 2,5 tahun, anak autis tersebut sudah dapat mengikuti sekolah regular sesuai usianya. (Handojo, 2009: 17).

Sulispurwita. (2012). Autisme dan Kemampuan Berbahasa Menggunakan Teknik Applied

Behaviour Analysis (ABA). [Online]. Tersedia:

http://sulispurwitaa.wordpress.com/2012/08/02/autisme-dan-kemampuan-berbahasa

menggunakan-teknik-applied-behaviour-analysis-aba/